Hati-hati, ya!

Rupanya, aku pulang lebih awal. Lebih tepatnya, memilih untuk pulang, lebih awal. Isi kepala tentu saja masih berisik. Cemas ingin ke sana ke mari, harap bisa ke sana dan di sana. Tapi rupanya, lebih cemas jika tidak segera kembali. Gelagatnya masih berantakan, tapi raganya ingin di sini, memastikan, memberi tenang dan ruang aman, dan isi kepala berharap cemas bisa di sini dan ke sana, ke banyak harap dan ingin lainnya. Tapi, sadar dan berusaha sadar, yakin dan berusaha tetap, bahwa Tuhan selalu romantis dengan cara-cara-Nya. Semoga tenang, semoga ikhlas, semoga damai dan senang. Pelan-pelan, semoga bertemu jalan. Bisa jadi segera, atau mungkin lebih lama (isi kepala yang masih saja berisik dan seram oleh takut yang menyebalkan), juga entah dalam rupa seperti apa dan bagaimana, tapi. Pelan-pelan, kita pulang. 

Tapi pelan-pelan, kita pulang. Mari kita cicil sedikit demi sedikit perjalanan menuju pulang. Pelan-pelan perbaiki hal-hal yang menyebalkan, dengan cara-caramu yang menyenangkan. Jangan gegabah lagi, ya!

Biar lebih tenang, aku mau bercerita sebentar.

Ini tentang, beberapa manusia dan suara-suara seperti biasanya, berisik dan cukup mengganggu. Anjani memang. 

Berati gini, ya? Berarti begitu, ya? Terus bagaimana?

Aku tau, aku paham. Aku sangat sadar dengan segala situasi dan kenyataan yang ada. Kedua mataku terbuka dan masih bisa melihat meski kabur-kaburan. Perasaanku lebih hidup pada situasi yang ada sebab aku merasakan. Tapi, pernah kau bayangkan betapa berisik isi kepalaku meributkan antara banyak mauku dan mauku yang lainnya? Antara mauku yang serakah dan situasi yang selalu seperti tidak mendukung dan itu sangat menyebalkan.

Tapi, aku belum menemukan jalan yang tepat. Aku tidak tahu mana yang keliru, yang sedang kulakukan atau justru sebaliknya. Aku belum mengerti. Aku hanya bisa berjalan, menjalani, semampuku. Dan, tidak mudah. Sungguh. Entah sekarang sedang tersesat atau justru ke jalan menuju tuju. Tapi, berkali-kali terjatuh, sendirian. Lalu pelan-pelan belajar meminta tolong dan meminta ruang dengar. Tidak sepenuhnya menyembunyikan, tentu. Tapi perasaan gemuruh menyebalkan itu meluruh. Lega. Tenang.

Terima kasih aku. Sudah mau bertahan. Belajar dan mau bertahan. Terima kasih, sudah tetap bertahan meski kadang sekitar sangat menyebalkan. Terima kasih, juga, untuk setiap yang mau memberi ruang.


Salam. Peluk jauh.

Komentar

Postingan Populer